I Called Her Umi

22 Desember..

Hari apa-kah itu? Adakah yang special dengan hari itu? Yaelah, basi banget. Gak gaul kalo gak tau 22 Desember sebagai hari Ibu. Harusnya bukan sekedar ceremonial semata. Tapi memaknai lebih dalam tentang sosok Ibu itu sendiri..

I called her “Umi”. 3 huruf yang penuh arti bagi saya. 3 huruf yang sering saya kecewakan, tapi lagi-lagi beliau memaafkan saya. 3 huruf yang sering saya buat air matanya tumpah, tapi justru selalu berusaha memberi senyum dan tawa di wajah saya. 3  huruf yang terkadang saya sepelekan, padahal beliau selalu menjadikan saya dan adik-adik saya sebagai prioritas.

Umi, sosok seorang guru. Mengajarkan begitu banyak hal, bahkan sejak saya dalam kandungan mungkin? Memberitahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun saya masih hilang arah, kebingungan antara yang benar dan yang salah, tersesat dalam kesalahan. Kemudian umi datang memberikan peta menuju kebenaran, tapi apa yang saya lakukan? Saya merobek-robek peta tersebut. Umi masih belum menyerah. Dia tetap bersabar memberi tahu mana yang benar dan salah. Dengan berbagai cara dan sepertinya tidak pernah kehabisan akal. Umi, kau guru terbaikku, bahkan sebelum aku mengenal sekolah..

Umi, sosok teman yang menyenangkan. Tempat berbagi permasalahan. Tempat bercerita dan share pengalaman. Selalu menghibur jika saya bersedih. Memberikan harapan baru saat saya kecewa atas harapan yang tidak terwujud. Memberikan support.

Umi, sosok pahlawan. Perjuangannya dalam hamil, membawa saya kemanapun dia pergi, seolah dia tau bahwa saya yang masih lemah itu takut jika ditinggal sendiri. Kemudian umi berjuang melawan maut saat melahirkan saya. Rasa mules itu, tenaga yang terkuras ketika mengedan, keringat yang membasahi seluruh pakaiannya, perineum yang robek karena kepala saya mulai lahir, kemudian jahitan, banyak darah yang keluar.. Semua tidak dirasakan sebagai penderitaan, baginya semua terasa nikmat, dan senyumnya mengembang lebar saat saya lahir sehat dan selamat.

Umi, ya begitulah umi saya. Dengan segala kesederhanaannya. Dengan segala pengorbanannya.

Saya teringat waktu saya berusia 3 tahun, umi sudah memasukkan saya ke play group. Bukan karena beliau tidak mau mengajarkan saya sendiri. Beliau mau saya punya teman, dan bermain dengan teman-teman. Umi biasanya mengantar saya ke TK itu naik sepeda. Padahal jarak rumah ke TK itu jauh. :’) Kemudian saya ingat ketika saya mulai SD, sekolah saya emang cukup jauh. Biasanya pake jemputan. Tapi , kelas 4 itu saya belajar naik angkutan umum. Hujan turun, umi khawatir. Sambil ujan-ujanan umi jemput saya, naik sepeda. :’)

Banyak keajaiban Umi ciptakan di hidup saya. Banyak pengorbanan dilakukan untuk saya. Banyak kebaikan ditebarkan disekeliling saya. Sedangkan saya, yang saya berikan belum ada secuil ujung jari dari semua yang sudah diberikan.

Umi, kaka sayang Umi..

Sampai kapan pun, jangan pernah lelah untuk berada disisi kaka,

dengan segala kekecewaan yang mungkin kaka bikin..

Umi yang tau bahwa kaka gak mungkin niat bikin Umi kecewa ataupun sedih..

Umi yang tau bahwa dibalik kenakalan kaka, kaka mau Umi tetep ngingetin kaka untuk jadi anak baik..

Umi bilang :

“Kaka, jadi anak baik ya.. Segala kebaikan kaka akan kembali ke kaka sendiri.. Umi minta kaka jadi anak baik, anak pinter, bukan untuk Umi.. Semua untuk kaka sendiri.. Umi mau yang terbaik buat kaka..”

Umi, suatu saat jika aku punya anak.. Ketika aku menjadi seorang ibu.. Sanggupkah aku sesabar dirimu? Sekuat dirimu? Seceria dirimu? Se-berkorban dirimu? Selucu dan seasik dirimu?

Doaku selalu untukmu.. Semoga selalu diberi kesehatan untuk selalu bisa berbagi banyak hal, tawa dan tangis bersamaku.. Kaka sayang, sayang, sayang banget ama Umi.. Doakan aku menjadi anak Shalehah yang akan selalu dikabulkan doanya bagi kedua orangtuanya.. Kecup sayang dariku..

Mom & Me

Mom, Uti & Me

Cups Cum