Saturday, October 17, 2015

[RE-BLOG] Tulisan : Dengan Siapa

Obrolan dengan teman baik saya beberapa waktu yang lalu sangat berkesan. Karena kami adalah orang-orang yang tidak sepakat dengan konsep pacaran. Lalu kami berpikir kedepan, bagaimana kiranya kami akan merasa cocok dengan seseorang. Sebuah alasan yang seringkali digunakan oleh orang yang pacaran tentang mengenal (menjajaki dengan pacaran) pasangan terlebih dahulu biar gak salah pilih. Kami tidak sepakat dengan alasan itu dengan alasan yang tidak perlu kami utarakan di sini (nanti kepanjangan). Bagi kami, dengan keyakinan kami, ada satu hal yang kadang membuat kami cemas, kadang pula membuat kami senyum-senyum sendiri.

Kira-kira, dengan siapa kami akan bertemu? Dengan siapa kami akan dipasangkan.

Saya kira, setiap orang yang memilih pilihan untuk tidak pacaran pun memiliki rasa penasaran, rasa cemas, rasa bahagia, dan berbagai rasa lain yang terjadi dalam satu waktu. Entah itu tentang siapa dia, tentang bagaimana cara bertemu, tentang mengapa dia, tentang kapan itu terjadi, dll.

Dalam pembicaraan kami, setidaknya ada dua hal yang bagi kami itu cukup. Dengan siapa? Dengan salah satu dari dua hal ini, atau syukur-syukur dua hal ini menjadi satu sekaligus. Jika ditanya, kiranya kamu ingin menikah dengan siapa. Inilah dua hal yang (menurut kami) penting yang akan menjadi landasan kami. Karena cinta dalam keyakinan kami baru benar-benar akan tumbuh jika sudah berada dalam ikatan, menjalani hidup bersama-sama setiap hari, mengenal karakter seseorang secara utuh dari bangun tidur hingga tidur lagi, bahkan saat tidur.

• Pertama, saya akan menikah dengan orang yang saya “cintai” dan “mencintai” saya (agak drama, tapi ini serius)

Cinta dalam hal ini adalah rasa kecenderungan kepada seseorang. Dalam hidup ini, seringkali kita semua termasuk saya, tertarik kepada seseorang. Dalam fase itu, kadang kita bisa melihat bahwa seseorang itu suamiable/istriable. Tapi, apakah dia juga memiliki persepsi yang sama terhadap kita. Seseorang yang saling mencintai tentu akan sangat membahagiakan ketika menikah. Kita menyukai seseorang dan dia ternyata juga menyukai kita, bukankah sebuah hal yang indah. Di dalam keyakinan kami yang tidak berpacaran, alangkah bahagianya ketika kami menyukai seseorang  dan ternyata itu berbalas. Menyukai seorang yang soleh/solehah, dan ternyata dia juga menyukai  balik.

•  Kedua, saya akan menikah dengan orang yang membuat saya “tenang”.

Jika yang dimaksud cinta itu tidak kunjung dirasakan. Jika dia menjadi semakin absurd dan membuat kita bingung. Maka, kami berpendapat, cukup dengan seseorang yang mampu membuatmu merasa tenang. Ketika datang seorang laki-laki kepada perempuan, lalu perempuan merasa tenang. Mungkin itu sudah cukup untuk menerimanya. Ketika laki-laki bertemu dengan seorang perempuan, dan kepada perempuan itu dia merasa tenang, itu juga mungkin sudah cukup. Cinta bisa ditumbuhkan setelah pernikahan. Merasa tenang itu penting bagi kami, kami tidak akan memilih menikah dengan orang yang membuat kami gelisah, bingung, marah, dsb. Jika diawal sudah seperti itu, bagaimana kedepannya.

Jika datang orang yang bisa membuat kita tenang, mungkin itu cukup untuk menjadi alasan menerimanya. Setiap orang mendambakan ketenangan, ketenangan itu jauh lebih mendamaikan daripada rasa nyaman. Ketenangan meliputi batin dan tubuh.  Bahkan hilang rasa khawatir, apakah dengannya ini kita akan tidak bahagia, miskin, dsb. Semua kekhawatiran itu tidak ada karena kita merasa begitu tenang dengan orang ini. Sekalipun tidak ada rasa cinta pada awalnya.

Dua hal ini, mana yang datang lebih dulu. Itu yang akan kami terima. Ditengah umur yang terus menerus bertambah, daripada bikin dosa kebanyakan. Ditengah kebingungan tentang menerka-nerka masa depan. Kami merumuskan hal ini untuk mencari tahu apa yang sebenarnya kami ingin tahu dan kami butuhkan.

Ternyata dua hal ini cukup. Bukan soal ketampanan atau kecantikan, bukan pula soal anak siapa dan berapa hartanya. Apalagi sekedar nama almamater dan profesi. Jika saat ini kita menyukai seseorang dan ternyata dia tidak. Ya cinta memang tidak bisa dipaksakan, karena hati itu bukan dalam kuasa manusia. Mungkin sudah waktunya bagi kita merenung, apakah dia yang benar-benar kita butuhkan. Jika kita membutuhkannya, apakah dia juga membutuhkan kita. Perasaan ini bahkan membuatmu tidak tenang bukan?

Selamat mencari, semoga bertemu. Tidak hanya bertemu, tapi juga disatukan.

Ditulis pada 6 November 2013
©kurniawangunadi

[RE-BLOG] Seseorang yang Nanti Datang

©Medan, 8 September 2015
https://soundcloud.com/suaracerita/seseorang-yang-nanti-datang

Seseorang Yang Nanti Datang,

Kalau kamu sudah bangun dan membaca tulisan ini. Ada satu hal menarik di dunia ini yang mungkin perlu kamu ketahui. Bahwa mungkin seseorang yang datang ke dalam hidupmu nanti bukanlah orang yang baik. Baik dalam arti yang sebenarnya. Ada bagian-bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya yang telah menjadi masa lalu. Pun setiap orang merasa ingin mengubur masa lalunya. Ia ingin berbagi denganmu. Mengawali sesuatu dengan kejujuran, bukan kebohongan.

Mungkin ia baru saja beranjak setelah sekian tahun bergelut dengan dirinya sendiri. Bertanya ke sana kemari hanya untuk mengetahui apakah Tuhan itu masih mungkin mengampuninya atau tidak. Dan rasa khawatir atas pengampunan itu senantiasa menyertai langkah kakinya. Hidupnya kini sangat hati-hati.

Ia mungkin bukan orang baik. Tidak sebaik sebagaimana pengetahuanmu tentangnya selama ini. Ia akan datang menjadi ujian bagimu. Ia tidak berharap diterima, tapi ia senantiasa mengusahakanmu. Ia bahkan sudah bersyukur karena mengenalmu membuatnya berusaha menjadi lebih baik. Ia sudah ikhlas dengan keputusanmu bahkan sebelum dia mengutarakan keinginannya.

Andai kamu berada di posisi hidupnya. Bagaimana perasaanmu?
©kurniawangunadi

[RE-BLOG] Pemahaman Baik

Sepanjang jalan ini, aku menemukan bagitu banyak hal yang kemudian menjadi cara pandang, menjadi semacam keyakinan yang melandasi pikiran. Hal-hal baik yang kupercayai bahwa itu selalu bekerja dengan cara-cara yang tidak aku mengerti, sangat rapi, hebat, dan menakjubkan. Aku mencatat dalam buku saku yang selalu aku bawa dalam perjalanan, aku merincinya;

1. Everything shall pass.

Segala hal yang sedang kita hadapi, jalani, rasakan, pasti akan terlewati. Kegelisahan dan kekhawatiran ini akan terlewati, masa sendiri ini akan terlewati, ketakutan ini akan terlewati. Karena jawaban akan ada bila ada pertanyaan, maka jawaban atas segala perasaan yang kita rasakan, hal-hal yang kita alami pun akan kita dapatkan di masa depan. Bukan saat ini juga dan hari yang meresahkan ini pasti terlewati. Seperti dulu kita takut menghadai Ujian Nasional saat SMA, UN itu pasti terjadi dan akan terlewati. Buktinya, kita sudah melewati itu beberapa tahun ke belakang kan?

2. Bila kita menutup satu pintu, maka Allah akan membukakan pintu yang lain.

Tidak pernah khawatir pada rezeki yang katanya diambil orang bila tidak kita ambil. Rezeki manusia itu sudah ada ketetapannya, tidak akan pernah diambil oleh siapapun. Kesempatan baik yang hadir pun tidak serta merta harus kita ambil, kadang justru ujian terberat bukanlah musibah, tapi kenikmatan. Rezeki adalah kenikmatan. Jangan pernah khawatir sepanjang kita berjuang dengan sungguh-sungguh, karena Allah menjanjikan akan mengubah hidup kita bila kita bergerak untuk mengubahnya. Bila kita menutup satu pintu, insyaAllah pintu-pintu lain akan terbuka dan justru membuat kita semakin percaya bahwa Allah menyiapkan begitu banyak pintu untuk kita. 

3. Tinggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.

Jangan pernah takut meninggalkan sesuatu yang dirasa membuat kita resah, semakin jauh dari kebaikan, membuat kita ragu, ketidak pastian, dan lain sebagainya. Kadang kita menggenggam terlalu erat sesuatu yang tidak tentu, harapan yang tidak ada kepastian, kesempatan yang tidak dibarengi dengan kesiapan. Yang ada justru kita khawatir, penuh dugaan dan prasangka, asumsi, dan membuat kita justru kehilangan waktu terbaik saat ini hanya demi memikirkan sesuatu yang tidak layak ditunggu dan diperjuangkan. Hari ini tidak akan pernah terulang, hati-hati melewatinya hanya dengan dugaan akan masa depan. 

4. Hasil tidak pernah mengkhianati proses.

Begitu banyak orang menyerah ditengah jalan saat memperjuangkan sesuatu. Kadang, bahkan seringnya jawaban atas perjuangan bukanlah pada apa yang kita perjuangkan. Karena urusan hasil itu bukan ada pada kita, tapi Tuhan yang menciptakan. Karena yang terbaik dalam takaran-Nya akan diberikan kepada kita sebaik perjuangan yang kita lakukan. Teruslah berjuang untuk sesuatu yang layak, karena perjuanganmu sama sekali tidak akan pernah dikhianati. Sekalipun kamu tidak mendapatkan apa yang kamu perjuangkan, kamu akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih berharga dari itu. 

5. Teruslah berbuat baik tanpa tapi.

Kita tidak akan pernah tahu kebaikan mana yang diterima oleh-Nya dan menjadi pahala. Jangan-jangan ada yang hangus hanya karena kita terpantik kesombongan pada kebaikan itu atau mungkin karena ketidak ikhlasan kita. Untuk itu, teruslah berbuat baik tanpa tapi. Karena sungguh, kebaikan-kebaikan yang terkumpul itu laksana buah yang terkumpul dalam keranjang. Ketika diangkat, maka tidak peduli ada yang busuk atau baik, semua akan diambil, bayangkan kalau kebaikan itu hanya sedikit-sedikit. 

Aku kembali meneruskan perjalanan, berusaha mencari pemahaman itu dari serpihan debu dan hembusan angin. 

Yogyakarta, 2 Oktober 2015 | ©kurniawangunadi

[RE-BLOG] Cerpen : Pertemuan Jalan

Sudah lama ia menunggu hari ini, menunggu pertemuan. Meski pertemuan tidak pernah sanggup memastikan sebuah kebersamaan. Nyatanya, pertemuan mengobati rasa penasaran tentang kepastian. Ada banyak kepastian yang hanya bisa ditemukan dalam pertemuan, kan?

“Kamu tidak berubah?” ujarnya.
“Tidak ada yang berubah, kecuali waktu.” ujarku.
“Mengapa datang lagi?” tanyaku lebih lanjut.
“Karena tidak ada yang berubah,” jawabmu sambil tersenyum.

Kami berjalan menyusuri jalanan kota mejelang musim berganti. Daun-daun pepohonan berguguran, seperti waktu-waktu yang ternyata sudah begitu banyak terlewati. Angin menghembuskan ketenangan, melewat sela-sela jari dan pakaian yang aku kenakan. Dan kamu, kamu seperti biasa berjalan sambil sesekali memejamkan mata, melihat ke arah langit dengan mata terpejam dan menghirup nafas dalam-dalam. Tidak ada yang berubah.

“Mengapa tidak berubah?” tanyaku.
“Aku tidak punya sebab untuk mengubahnya. Kamu, mengapa masih di sini? Apa aku boleh terlalu percaya diri bahwa kamu menungguku?” aku melihatmu mengatakan kalimat itu tanpa beban. Aku tertawa.
“Aku tidak tahu, sepanjang waktu aku memahami bahwa manusia pasti berubah. Tapi aku percaya padamu bahwa perasaanmu ke seseorang itu tidak mudah berubah.” ujarku.
“Dan seseorang itu kamu.” katamu sambil berjalan.

Aku tersenyum mendengarnya. Ku kira menunggu adalah pekerjaan yang melelahkan untuk hal-hal seperti ini. Tapi menunggu untuk seseorang yang akan tetap datang tidak peduli aku masih di sini atau tidak, menjadi keyakinan tersendiri untukku.

“Kamu layak ditunggu.” ujarku.
“Dan kamu sangat layak diperjuangkan, terima kasih sudah percaya,” ujarnya.

Angin mengalir menghapus jejak kami. Kami tidak pernah menjalin hubungan khusus selain berteman. Dan benar kata seseorang bahwa tidak ada pertemanan yang murni antara laki-laki dan perempuan, salah satu atau mungkin keduanya akan tercipta perasaan. Bertahun lalu kami memutuskan untuk melepaskan hal ini dengan cara pergi ke jalan masing-masing. Hari ini, jalan itu kembali bertemu di simpang yang sama.
Yogyakarta, 14 Oktober 2015 | ©kurniawangunadi